Monday 19 September 2011

(lain) dulu, (lain) sekarang.

postingan ini diawali dari kegusaran pada inbox email yang sepi, padahal ada setidaknya dua email penting yang sudah dinanti sejak pagi. ujung-ujungnya, seperti yang sudah bisa ditebak: folder-folder pesan dibongkar, surel-surel dari masa lampau dibaca ulang. salah satunya ditulis satu hari sebelum terbang pulang ke indonesia, yang saat itu sengaja disimpan di draft karena ga mungkin langsung di-post (kan ceritanya mau bikin mother's day surprise tea). rasanya, sekarang sudah waktunya draft itu dipajang.

di saat-saat macam begini (baca: terpisah jarak dan waktu dengan yang bersangkutan), entah kenapa gue merasa begitu rindu sama kampus. sama jatinangor. sama fikom unpad. sama jurusan jurnalistik.

gue masih inget tahun pertama gue kuliah, saat gue naik ojek dari pangkalan damri ke kampus, dan menyebut "fikom" sebagai tempat tujuan. kata itu terdengar aneh di telinga. biasanya itu gue sebut ketika ada yang bertanya, "lulus sma mau kuliah di mana?". dan sejak saat itu gue selalu merasa kalau sebutan "jurusan fikom" itu rancu dan ganjil. fikom itu kan fakultas ilmu komunikasi. dan jurusan itu setingkat di bawah fakultas. sejak kapan ada jurusan yang namanya "fakultas ilmu komunikasi"? jaka sembung main gitar banget kan.

kalau ga gara-gara kuliah di fikom unpad (jatinangor, bukan dago), gue ga bakal mengenal olahraga baru: mengejar damri. atau mendaki bukit dari gerbang lama sampai kampus. sekarang gue lupa berapa lama waktu tempuhnya kalau jalan kaki, karena gue selalu lebih memilih naik ojek. dan itu berarti masuknya dari gerbang belakang. aneh ga sih, kampus tapi jalan masuknya lewat gerbang belakang alih-alih depan? tapi ya sudahlah, biarkan saja itu jadi keunikan universitas padjadjaran. hohohoho.

gue masih inget akhir tahun pertama gue kuliah, ketika gue dengan sukarela menjerumuskan diri untuk masuk jurusan yang paling banyak sks-nya dan paling lama lulusnya. kalau komitmen untuk rajin belajar supaya ipk bagus dan lulus tepat waktu sih kayanya udah samar-samar di ingatan... hahaha.

gue masih inget di akhir semester pertama gue sebagai mahasiswa jurnalistik, tapi belum jadi yang sebenar-benarnya karena belum selesai diospek. rasanya tersiksa pisan, sampai cuma bisa istigfar, aduh biyung. udah tugas banyak, pak sahala galak, senior yang mengospek pun bagaikan senantiasa menyalak. pra-ospeknya berbulan-bulan pula. tapiiii setelah orientasi jurnalistik selesai, rasanya begitu lega dan bahagia. akhirnya gue sudah menjerumuskan diri dengan sebenar-benarnya, dan siap untuk menantang apapun yang menerjang. aduh, nulis jam setengah empat pagi ternyata bikin lebay ya.

gue masih inget apa yang terjadi setelah orientasi jurnalistik berakhir, saat komitmen gue untuk menjadi "mahasiswa baik-baik" mulai luntur ditelan kecanduan lomba debat. padahal gue debat juga ga jago-jago amat, ga jago malahan. yah namanya juga kecanduan... sekarang kalo dipikir-pikir mah mendingan kecanduan debat daripada kecanduan makan snickers tengah malam. tapi ya begitulah, demi lomba debat sana-sini, terus udah mulai kenal duit juga lewat kerja sambilan di sini-sana, makin terbengkalailah itu kuliah. pak sahala, bu titin, pak aceng, almarhumah bu yesi, pak deddy, dan dosen-dosen lainnya yang luarbiasa baik hati, tak henti menghujani gue dengan petuah-petuah. supaya gue ga terlalu betah di luar kampus ketika harusnya ada di kampus, dan ga terlalu betah di kampus ketika seharusnya udah ada di luar kampus. intinya mah, neng puji geura atuh lulus...

gue masih inget apa yang terjadi hampir dua tahun lalu, ketika gue akhirnya terancam dapat kesempatan ke luar negeri, setelah bertahun-tahun cuma bisa mimpi dan gigit jari. akhirnya bisa juga pergi, meskipun dengan rencana lain. dan begitulah, candu baru pun ditemukan. pokoknya gue mau ke luar negeri. ikutan acara berskala internasional. biar gaul. terus ketemu bule. sekalian cari jodoh. eh, maksudnya memperkaya networking. haduh, kebanyakan informasi nih. sensor ah. eh tapi kan gue bukan paman gober yang mandi aja pake uang koin yak, jadi kesempatan untuk pergi ke luar negeri itu haruslah dipertimbangkan pula dengan skala kemampuan finansial... karena kalau terlalu jauh nanti ongkosnya mahal, terus unpad ga mau bayarin karena tiket pesawatnya aja udah berjuta-juta. gue pergi ke jerman pun itu karena gue bebal. pokoknya mau ke jerman no matter what, pokoknya pasti bisa berangkat.

nulis sampai sepanjang ini bikin gue kembali teringat, kalau biasanya orang-orang di lingkaran terdekat, alias inner circle, adalah orang-orang yang paling banyak memberi kita dukungan. gue ga bakal sampai sejauh ini tanpa mereka semua, yang pasrah dan tabah ketika gue rewel dan ngeyel. dan gue tahu kalau mereka tulus.

karena mereka ga pernah minta oleh-oleh..
tulisan di atas, kalau di-post dua hari lagi, akan bertepatan dengan tujuh bulan lalu saat pertama kali ditulis. sejak saat itu, gue sudah menghabiskan tahun 2011 dengan menganggur, menjadi "panitia" sebuah acara forum pemuda internasional, magang sebagai kuli tinta di ibukota, magang lagi sebagai buruh produksi acara televisi dan juru angkat telepon setiap hari kerja pada pukul satu pagi, menganggur, mengumpulkan bahan-bahan skripsi, menunda menulis proposal skripsi, mengikuti kelas hatha yoga, juga menjalani program penambahan berat badan yang paling menyenangkan selama seminggu tepat sehabis lebaran.

tapi ada satu hal melegakan, yang akhirnya tercapai setelah lewat tujuh bulan. proposal penelitian gue (akhirnya) sudah selesai! sekarang tinggal tunggu jadwal sidang pengusulan masalah, terus gue bisa mencoret keinginan terakhir di wish list yang dipajang di sisi kanan blog. suu suu! *kepal tangan ke udara*


p.s: "suu suu!" is thai phrase for "good luck!" one of my ajarns did say that the only phrase in bahasa she knew was "susu besar", but that's for another story.